Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kawasan Perkotaan Bagian I

Wilayah pesisir merupakan ruang dinamik di mana lingkungan darat berinteraksi dengan perairan laut dangkal sebagai satu ekosistem. Akan tetapi, darat dan laut selama ini dianggap sebagai lingkungan yang terpisah dan dikelola secara terpisah pula. Kecenderungan ini diperparah dalam latar perkotaan yang biasanya pesat perkembangannya dan padat penduduknya. Pengelolaan wilayah pesisir di kawasan perkotaan, karena itu, jelas berbeda dari kawasan-kawasan lain yang kurang berkembang dan jarang penduduknya.

Ruang-ruang pesisir perkotaan biasanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena lokasi geografiknya yang strategik; di pihak satu menghubungkan darat dan laut, di pihak lain merupakan ekosistem peralihan yang kaya sumberdaya. Akan tetapi, pengelolaan wilayah pesisir di kawasan perkotaan biasanya menggunakan pendekatan sektoral yang berakibat pada praktik-praktik pengelolaan yang tidak efektif dan tidak efisien.

Pendekatan terpadu dan sintetik diperlukan untuk mengatasi begitu banyak masalah yang merundung wilayah-wilayah pesisir yang pada hakikatnya acapkali bersifat lintas-batas dan antar-sektoral. Partisipasi, tidak hanya oleh penduduk tetapi juga non-penduduk, bersifat vital bagi upaya pengelolaan, karena biasanya di wilayah pesisir perkotaan terjadi pergerakan orang yang intensif. Dalam pada itu, kurangnya partisipasi masyarakat setempat dapat dipahami sebagai “kemiskinan non-pendapatan.”

Kemiskinan dapat dikemukakan tidak hanya dalam arti moneter, yakni, daya beli rakyat untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar, tetapi juga dalam arti “non-pendapatan” yang mencakup kemampuan, kerawanan dan partisipasi. Ketidakberdayaan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang berdampak pada kehidupan seseorang juga harus dipandang sebagai kemiskinan. Partisipasi, karena itu, dipahami sebagai kemampuan orang untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan, seperti perumusan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Agar mampu melakukannya, masyarakat setempat kali pertama harus dibuat sadar akan hak-haknya untuk berpartisipasi. Lembaga-lembaga juga harus disediakan untuk menyalurkan aspirasi mereka. Para ahli sangat yakin akan keutamaan partisipasi yang lebih besar dari pengguna sumberdaya dalam pengelolaan sumberdaya apapun. Mereka mengklaim bahwa hal tersebut akan berdampak positif pada semua dimensi kemiskinan, dan mencapai berbagai hasil yang diinginkan bagi peningkatan mata pencaharian orang miskin.

Berangkat dari teori mengenai partisipasi sebagai kemiskinan non-pendapatan, partisipasi yang lebih besar dari nelayan dan masyarakat nelayan dalam skema-skema pengelolaan partisipatif mengharuskan adanya serangkaian upaya pemberdayaan melalui kebijakan untuk membentuk kelompok-kelompok nelayan, pembangunan kapasitas, akses pada informasi, lingkungan kebijakan yang responsif, dan sebagainya. Ini semua pada gilirannya akan menanamkan rasa percaya diri dan kesadaran politik yang dapat diterapkan pada aspek-aspek kehidupan lainnya.

Desentralisasi juga kondusif karena hal ini memungkinkan pemerintah setempat secara mendasar mengendalikan perikanan setempat melalui sistem pengelolaan berbasis-masyarakat, sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang lebih besar dapat dicapai jika lebih banyak kekuasaan dan sumberdaya diberikan pada tataran pemerintah yang lebih dekat, akrab, dan mudah dipengaruhi, yakni, pemerintah setempat. Desentralisasi secara teoritik dapat memungkinkan masyarakat setempat turut serta dalam proses pengambilan keputusan karena kedekatan jarak sosial antara pembuat kebijakan dan rakyat, yang pasti merasakan pengaruh dari kebijakan itu.

Partisipasi masyarakat yang lebih besar diharapkan akan berujung pada akses yang lebih baik dan adil pada penggunaan sumberdaya sehingga berdampak positif pada kesejahteraan umum masyarakat setempat. Di masa lalu, Indonesia menggunakan pendekatan yang sangat sentralistik ke dalam tiap segi kepemerintahan termasuk perikanan. Lembaga-lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas pengelolaan perikanan berfungsi sekadar sebagai pelaksana kebijakan yang diputuskan secara terpusat oleh pemerintah pusat.

Dalam situasi yang demikian, masyarakat setempat merasa tidak perlu bertanggung-jawab, berpartisipasi dan turut menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dari kegiatan-kegiatan yang merusak. Desentralisasi, karena itu, membawa harapan guna meningkatkan partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan perikanan dan sumberdaya pesisir lainnya. Hal ini terbukti merupakan variabel kunci untuk memperkuat sistem pengelolaan perikanan berbasis-masyarakat.

 

Bono Priambodo
Redaktur Ahli NMN

Latest Article

Pelindo Peti Kemas Benahi Pelabuhan Ternate dan Pelabuhan Merauke

0
JAKARTA, NMN - Pengoperasian Pelabuhan Ternate di Maluku Utara dan Pelabuhan Merauke di Papua Selatan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Pelindo Terminal Petikemas...

Komitmen Indonesia dalam Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan di ASEAN

0
JAKARTA, NMN - Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam mewujudkan transportasi berkelanjutan di ASEAN.  Hal tersebut disampaikan oleh  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri...

Revisi Kedua PM 4 Tahun 2022 terkait Pelayanan Kapal Wisata Asing dan Kapal...

0
JAKARTA, NMN - Kementerian perhubungan senantiasa berupaya untuk pengembangan sektor pariwisata dan industri maritim di Indonesia. Salah satu Upaya yang dilakukan adalah merevisi Permenhub...

Pelindo Multi Terminal Catat Kinerja Positif pada Semester I/2023

0
JAKARTA, NMN - PT Pelindo Multi Terminal/SPMT mencatat kinerja positif  dalam mengelola segmen terminal nonpetikemas di Indonesia pada Semester Pertama 2023. Kinerja positif ini...

Kemenhub Percepat Implementasi NLE di Pelabuhan

0
JAKARTA, NMN - Kementerian Perhubungan Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berkomitmen untuk mendukung percepatan implementasi National Logistic Ecosystem (NLE) di pelabuhan-pelabuhan di seluruh...

Related Articles