Indonesia saat ini tengah memacu perekonomiannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kisaran angka 55,0-5,4% untuk tanun 2017 dan 5,1-5,5% pada tahun 2018. Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi tersebut dibutuhkan investasi berbasis ekspor.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara dalam Rakornas Kadin 2017 di Jakarta, Selasa (3/10) mengatakan bahwa kemampuan industri keuangan di Indonesia untuk mendanai ekonomi Indonesia belum mencukupi. Perbankan nasional hanya mampu mendanai 35% dari kebutuhan produk domestik bruto (PDB) nasional.
“Dari mana PDB Indonesia? Dari foreign fund. Capital market Indonesia totalnya besar, tapi investor dalam negeri dibanding luar negeri mungkin fifty-fifty. Jadi foreign funding itu penting sekali. Dan foreign funding semua asalnya dari devisa, pada waktu keluar dia bawa devisa. Karena itu ekonomi Indonesia butuh export oriented food dan jasa,” katan Mirza.
Karenanya, lanjut Mirza, Indonesia membutuhkan investasi berbasis ekspor, sebab Indonesia memerlukan cadangan devisa (cadev) yang kuat.
Mirza menjelaskan, saat ini ekspor barang dan jasa Indonesia masih jauh lebih kecil dari utang pemerintah dan swasta. Jika dibanding penerimaan ekspor, utang luar negeri Indonesia mencapai 127%, sedangkan negara lain seperti Filipina hanya sekitar 65%.
“Jadi, kalau kita utang luar negeri dibanding export goods dan services itu sekitar 172%. Sedangkan tetangga kita Filipina hanya 65%. Jadi, dia ekspornya banyak, utang boleh, tapi untuk utang luar negeri, kita harus punya devisa yang kuat,” imbuh dia.
Selain itu, tambahnya, investasi asing dapat menjadi salah satu pendukung pertumbuhan perekonomian di Indonesia, terutama dalam pembangunan infrastruktur.
“Pada tahun 2017, Indonesia telah berhasil meraih peringkat investment grade dari tiga lembaga pemeringkat internasional. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan minat investasi asing ke Indonesia, seiring meningkatnya keyakinan investor,” pungkasnya.
Penulis : Ismadi Amrin