Program pembangunan pembangkit listrik yang telah dicanangkan pemerintah merupakan suatu upaya untuk mempercepat dan mendorong pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia. Namun, perlu diperhatikan energi primer yang digunakan sebagai penggerak pembangkit-pembangkit tersebut.
Prof. Dr. Intan Ahmad selaku Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiwaan Kemenristekdikti mengatakan apakah energi primer yang digunakan untuk pembangkit-pembangkit itu tetap akan mengandalkan energi fosil seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan batubara atau beralih ke energi alternatif lain.
Menurutnya, peralihan sumber energi dari energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan sesuatu yang tak dapat dielakkan. Ia menilai, EBT yang memungkinkan untuk dilirik penggunaannya adalah geothermal (gas bumi) dan nuklir.
“Untuk geothermal, ketersediaannya di Indonesia sebenarnya berlimpah terutama di daerah Sumatera dan Jawa, namun belum dimaksimalkan pemanfaatannya,” ujarnya.
Berikut adalah Rencana Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik (RPPTL) EBT yang disiapkan oelh PT PLN (Persero). Pada tahun 2015 diusahakan RPPTL EBT untuk PLTM/H 67 MW, PLTSurya 6 MWp, PLT Biomass 15 MW, PLT Bio-Fuel 350 Ribu kL.
Pada tahun 2016, 40 MW (PLTM/H), 20 MWp (PLT Surya), 40 MW (PLT Bayu), 30MW (PLT Biomass), 1 MW (PLT Kelautan), 30 MW (SPD CPO), 500 Ribu kl (PLT Bio-Fuel). Untuk 2017, 156 (PLTMH), PLT Surya 25 (MWp), 40 MW (PLT Bayu), 40 MW (PLT Biomass), 1 MW (PLT Kelautan), 30 MW (SPD CPO), 15 MW (PTMPD-LCS), 500 Ribu kL (PLT Bio-Fuel).
Pada akhir tahun 2024 nanti ditargetkan telah terselesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik EBT sebanyak 2.986 pembangkit yang terdiri dari 1.542 MW (PLTM/H), 321 MWp (PLT Surya), 400 MW (PLT Bayu), 435 MW (PLT Biomass), 38 MW (PLT Kelautan), 385 MW (SPD-CPO), 250 MW (PTMPD-LCS), 6.050 (PLT Bio-Fuel).
Penulis: Ismadi Amrin