Program Short Sea Shipping Harus Terkoordinasi dengan Baik

250

JAKARTA, NMN – Kisruh Short Sea Shipping (SSS) dengan angkutan penyeberangan merupakan dampak dari ambigunya regulasi yang dikeluarkan regulator dalam mengurusi aktivitas laut dan perairan, sehingga konflik usaha tidak dapat dihindarkan.

Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus memanggil seluruh pemangku kepentingan dan menyatukan dua regulasi ini. Dengan begitu, peraturannya terkoordinasi dengan baik dan menjadi kesatuan yang tidak saling tumpang tindih.

Menurutnya, regulator tidak boleh menghitung urusan bisnis juga, karena jika diatur terlalu ketat bisnis bisa mati. Apalagi ketika dihadapkan persaingan yang lawannya memiliki kebebasan aturan.

“Sekarang ini penumpang angkutan sungai danau dan penyeberangan berkurang, angkutan barang pun berkurang, jadi baiknya sekarang duduk bersama saja, mau ditarik ke laut atau darat Menhub harus tentukan hal ini. Dualisme regulasi supaya tidak ada lagi,” ujar Agus dalam Diskusi Online Forum Wartawan Perhubungan (Forwahub) di Jakarta, Rabu (16/9).

Agus juga meminta Kemenhub selaku regulator agar segera melakukan moratorium terhadap pemain baru perusahaan penyeberangan.

“Kalau program Short Sea Shipping tetap harus dilanjutkan, sebaiknya diberikan kepada perusahaan penyeberangan yang sudah ada, tinggal menggeser armadanya ke lokasi yang dibutuhkan,” katanya.

Sementara itu, Anggota Ombudsman Alvin Lie menyebutkan, short sea shipping (SSS) yang diberlakukan pada moda transportasi perairan tak melulu soal bisnis, melainkan juga ada unsur pelayanan publik.

Hal ini merujuk pada Undang-Undang 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik pasal 5 ayat 3 huruf C yang berbunyi: Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.

“Angkutan short sea shipping ini murni dimodali oleh swasta dilaksanakan oleh swasta tapi ketersediaannya menjadi misi negara. Ini ditetapkan dalam peraturan perundangan dan peraturan presiden. Jadi ini bukan murni bisnis, tapi ada unsur pelayanan publik,” Alvin Lie.

Sehingga pelayanan publik ini sifatnya non diskriminatif. Ada kepastian waktu, proses, kejelasan informasi dan sebagainya, serta ada sistem pengelolaan pengaduan. Ini yang harus diperhatikan, bahwa penyelenggara pelayanan publik ini selain harus mentaati, juga punya hak-hak selaku pengusaha juga diperlakukan non diskriminatif oleh pemerintah.

Berlandaskan Perpres nomor 26 Tahun 2012 khususnya pada bab 5 tentang peta panduan atau road map rencana dan aksi infrastruktur transportasi, Short Sea Shipping ini merupakan salah satu program pemerintah.

“Dulu juga ada untuk membangun konektivitas ini diberikan insentif kepada pelaku dan penyedia jasa logistik yang bergerak dalam jalur Short Sea Shipping, apakah ini terlaksana atau tidak?,” ucapnya.

Disamping itu, Short Sea Shipping ini ditujukan untuk mengurangi beban jalan. Diantaranya termasuk mengurangi beban biaya pemeliharaan Jalan, BBM subsidi, mengurangi emisi gas buang. Bahkan jika dikaitkan dengan pemerintahan Pak Jokowi, ini juga bagian dari implementasi program tol laut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here